🏛️ Pendahuluan
Dalam sistem pemerintahan Indonesia yang berdasarkan hukum (rechtstaat), setiap pejabat publik diberikan kewenangan untuk menjalankan fungsi administrasi dan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam praktiknya, tidak jarang terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) oleh pejabat negara yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat maupun negara.
Fenomena ini menjadi salah satu bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip good governance dan akuntabilitas publik, sehingga perlu ditindak melalui mekanisme hukum yang tegas dan berkeadilan.
⚖️ Pengertian Penyalahgunaan Wewenang
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP):
“Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan yang melampaui, mencampuradukkan, atau bertentangan dengan tujuan pemberian wewenang tersebut.”
Dengan kata lain, penyalahgunaan wewenang terjadi ketika pejabat publik menggunakan kekuasaannya bukan untuk kepentingan negara dan rakyat, tetapi demi keuntungan pribadi, kelompok, atau pihak tertentu.
⚖️ Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Wewenang
Berdasarkan praktik administrasi dan hukum pidana, penyalahgunaan wewenang dapat dibagi menjadi tiga bentuk utama:
- Melampaui Wewenang (Ultra Vires)
Pejabat bertindak di luar batas kewenangan yang diberikan undang-undang.
Contoh: kepala dinas menetapkan kebijakan keuangan tanpa persetujuan bupati atau DPRD. - Mencampuradukkan Wewenang (Mixing Authority)
Pejabat menggunakan kewenangan administratif untuk tujuan lain yang bukan menjadi ranah jabatannya.
Contoh: pejabat perizinan menolak berkas tanpa alasan hukum karena faktor politik atau pribadi. - Bertentangan dengan Tujuan Wewenang (Contrary to Purpose)
Pejabat menggunakan kewenangan yang sah secara formal, tetapi tujuannya menyimpang dari kepentingan publik.
Contoh: pemberian proyek kepada perusahaan keluarga dengan dalih program pemerintah.
📜 Dasar Hukum Penindakan Penyalahgunaan Wewenang
Beberapa regulasi yang mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – terutama Pasal 421 yang mengatur penyalahgunaan jabatan oleh pejabat negara.
Dengan kerangka hukum ini, penyalahgunaan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi, disiplin, maupun pidana, tergantung tingkat kesalahannya.
⚖️ Penyalahgunaan Wewenang sebagai Tindak Pidana Korupsi
Menurut Pasal 3 UU Tipikor, pejabat publik yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup atau 1–20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Contohnya meliputi:
- Penyalahgunaan anggaran proyek pemerintah.
- Pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai prosedur.
- Manipulasi perizinan investasi dan pertambangan.
- Pemberian jabatan dengan imbalan (jual beli jabatan).
KPK dan Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menindak kasus semacam ini jika terdapat indikasi korupsi dan kerugian negara.
⚖️ Proses Pengawasan dan Penegakan Hukum
Penyalahgunaan wewenang dapat ditangani melalui beberapa mekanisme, tergantung pada karakter pelanggarannya:
- Mekanisme Administratif
- Diperiksa oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat Daerah.
- Jika terbukti, pejabat dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pencopotan, atau pemberhentian.
- Mekanisme Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- UU AP memberi hak kepada pejabat yang diduga menyalahgunakan wewenang untuk meminta uji sah atau tidaknya keputusan administrasi.
- PTUN juga dapat membatalkan keputusan pejabat yang terbukti menyimpang dari aturan hukum.
- Mekanisme Pidana oleh KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian
- Jika perbuatan melibatkan unsur korupsi atau gratifikasi, maka proses hukum pidana diberlakukan.
💡 Prinsip Akuntabilitas dan Etika Pemerintahan
Pencegahan penyalahgunaan wewenang tidak cukup hanya dengan aturan hukum, tetapi juga harus dibarengi dengan penegakan etika birokrasi dan integritas moral.
Beberapa prinsip yang harus dijunjung oleh pejabat publik:
- Integritas dan transparansi dalam setiap keputusan.
- Kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.
- Akuntabilitas terhadap kebijakan dan anggaran.
- Kepatuhan terhadap hukum dan standar pelayanan publik.
- Penerapan sistem merit dalam birokrasi.
Etika pemerintahan menjadi benteng utama dalam mencegah lahirnya penyalahgunaan wewenang.
⚠️ Tantangan dalam Penegakan Hukum
- Budaya birokrasi yang masih feodal dan transaksional.
- Lemahnya pengawasan internal dan eksternal.
- Tumpang tindih kewenangan antar lembaga.
- Intervensi politik dalam proses hukum.
- Minimnya pelaporan masyarakat karena rasa takut atau apatis.
Penegakan hukum yang tegas dan independen menjadi syarat utama agar pejabat publik benar-benar menjalankan kekuasaan sesuai amanat rakyat.
🧩 Kesimpulan
Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik adalah bentuk pelanggaran terhadap asas negara hukum dan prinsip good governance.
Negara harus menindak tegas setiap tindakan yang merugikan keuangan dan kepercayaan publik melalui mekanisme administratif, perdata, maupun pidana.
Namun, lebih dari sekadar penindakan, diperlukan reformasi mental birokrasi, penguatan sistem pengawasan, dan budaya integritas, agar pejabat publik benar-benar menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa atas rakyat.